flag

Flag Counter

Senin, 08 Juni 2015

Mengenal Jenis Rusa Asli Indonesia

1.   Rusa Bawean/Bawean Deer (Axis kuhlii)
Rusa Bawean
Rusa Bawean (Axis kuhlii) adalah jenis rusa endemik yang ditemukan di Pulau Bawean, satu daerah yang  terletak 150 km sebelah utara Surabaya, di kawasan Laut Jawa. Secara administratif pulau ini termasuk dalam Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur. Luas total Pulau Bawean sekitar 190 km² dengan daerah yang bergunung (400-646 m dpl) berada di sekitar barat dan tengah pulau.
Ciri-ciri dan Habitat Rusa Bawean. Rusa Bawean memiliki kondisi tubuh yang relatif lebih kecil dibandingkan rusa jenis lainnya dari genus cervus dan axis yang menjadikan rusa jenis ini dikenal sebagai pelari yang ulung. Rusa Bawean (Axis kuhlii) mempunyai tinggi tubuh antara 60-70 cm dan panjang tubuh antara 105-115 cm. Rusa endemik Pulau Bawean ini mempunyai bobot antara 15-25 kg untuk rusa betina dan 19-30 kg untuk rusa jantan. Ciri khas lainnya adalah memiliki ekor sepanjang 20 cm yang berwarna coklat dan keputihan pada lipatan ekor bagian dalam dengan warna bulu yang sama dengan kebanyakan rusa, cokelat kemerahan kecuali pada leher dan mata yang berwarna putih terang. Bulu pada Rusa Bawean anak-anak memiliki totol-totol tetapi seiring bertambahnya umur, noktah ini akan hilang dengan sendirinya.
Tanduk (ranggah) Rusa Bawean jantan mulai tumbuh ketika berusia delapan bulan. Tanduk (ranggah) tumbuh bercabang tiga hingga rusa berusia 30 bulan. Ranggah rusa ini tidak langsung menjadi tanduk tetap tetapi mengalami proses patah tanggal untuk digantikan ranggah yang baru. Baru ketika rusa berusia 7 tahun, ranggah (tanduk rusa) ini menjadi tanduk tetap dan tidak patah tanggal kembali.
Kegiatan hidup rusa Bawean terutama berlangsung pada malam hari (nocturnal) dengan aktif berkelana mulai pukul 17.00 sampai pukul 21.00 serta menurunkan aktifitasnya pada pukul 02.00 dini hari sampai pukul 05.00 pagi. Pada siang hari rusa Bawean biasanya menghabiskan waktu untuk beristirahat. Beberapa sumber menyebutkan bahwa pada dasarnya rusa bawean beraktifitas pada siang hari, namun karena merasa terusik dengan aktifitas manusia yang merambah ke habitat alamiahnya membuat sifat aktif alamiahnya berubah jadi nocturnal. Habitat rusa bawean kebanyakan di semak-semak pada hutan sekunder yang berada pada ketinggian hingga 500 mdpl. Mereka sangat hati-hati dan menghabiskan hari di hutan di lereng-lereng curam guna menghindari kontak dengan manusia.
Masa kehamilan Rusa Bawean (Axis kuhlii) antara 225-230 hari dan melahirkan satu anak tunggal. Jarang sekali ditemukan kelahiran kembar. Kebanyakan kelahiran terjadi antara bulan Februari hingga Juni.
Kondisi Populasi dan Konservasi Rusa Bawean (Axis kuhlii). Di habitat aslinya, Rusa Bawean semakin terancam kepunahan. Pada akhir 2008, peneliti LIPI menyebutkan jumlah populasi rusa bawean yang berkisar 400-600 ekor. Sedang menurut IUCN, satwa endemik yang mulai langka ini diperkirakan berjumlah sekitar 250-300 ekor yang tersisa di habitat asli (2006).
Populasinya yang sangat kecil dan kurang dari 250 ekor spesies dewasa membuat IUCN Redlist sejak tahun 2008 memasukkan Rusa Bawean dalam kategori “Kritis” (CR; Critiscally Endangered) atau “sangat terancam kepunahan”. Selain itu CITES juga mengategorikan spesies bernama latin Axis kuhlii ini dalam daftar “Appendix I”
Habitat alamiah rusa yang berubah dari hutan alami menjadi hutan jati dengan sedikit sumber pakan merupakan salah satu penyebab desakan populasi pada species ini. Kenyataan ini diperparah dengan perburuan rusa bawean untuk kebutuhan makan maupun kebutuhan tertentu lainnya.
Usaha konservasi yang telah dilakukan pemerintah dalam menyikapi kondisi ini adalah pembentukan Suaka Margasatwa Pulau Bawean seluas 3.831,6 ha sejak tahun 1979. Selain itu untuk menghindari kepunahan sejak tahun 2000 telah diupayakan suatu usaha penangkaran Rusa Bawean (Axis kuhlii).
Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Mammalia; Ordo: Artiodactyla; Upaordo: Ruminantia; Famili: Cervidae; Upafamili: Cervinae; Genus: Axis; Spesies: Axis kuhlii. Nama binomial: Axis kuhlii (Müller, 1840)
2.  Rusa Sambar
Rusa Sambar
Rusa sambar merupakan species rusa terbesar di Indonesia. Rusa sambar kadang kala dinamai Rusa Sumatera, Rusa Kalimantan atau Rusa Air serta dalam bahasa latin dikenal sebagai Cervus unicolor. Rusa Sambar menjadi rusa paling besar diantara 3 rusa asli Indonesia lainnya seperti rusa timor (Cervus timorensis), rusa bawean (Axis kuhlii), dan kijang (Muntiacus muntjak).
Rusa sambar terdiri sedikitnya 13 subspesies. Subspecies rusa sambar yang asli berasal dari Indonesia adalah Cervus unicolor equines. Sub Species ini terdapat di daerah Sumatera dan Kalimantan. Selain itu, semenanjung Malaysia dan Thailand juga merupakan habitat alamiahnya. 
Ciri dan Perilaku. Ciri khas rusa sambar adalah tubuh yang besar dengan warna bulu kecoklatan dan cenderung berwarna coklat ke abu-abuan atau ke merah-merahan, warna gelap sepanjang bagian atas.
Rusa yang hidup di Sumatera Indonesia ini dapat tumbuh setinggi 102 cm – 160 cm dengan panjang tubuh sekitar 150 cm. Berat rusa dewasa sekitar 80-90 kg (betina) dan 90-125 kg (jantan). Tanduk rusa sambar juga tergolong panjang dan bisa mencapai hingga tinggi 1 meter.
Tidak ada musim kawin yang jelas dari species ini, namun beberapa data menyebutkan bahwa bulan Juli sampai September merupakan saat paling sering mereka melakukan perkawinan alami. Masa kehamilan antara 210 hari hingga 240 hari.
Tanduk rusa sambar hanya dimiliki oleh species jantan yang tumbuh pada umur sekitar 14 bulan. Tanduk pertama hanya berbentuk lurus dan baru bercabang pada masa pertumbuhan tanduk berikutnya. Tanduk akan lepas pada umur 10-12 bulan setelah tumbuh, yang selanjutnya akan tumbuh kembali.
Rusa sambar merupakan binatang diurnal yang beraktifitas pada siang hari. Mereka hidup secara berkelompok dan mendiami daerah hutan tropis maupun subtropis hingga ketinggian mencapai 2000 meter dpl.
Persebaran dan Konservasi. Rusa sambar selain memiliki daerah penyebaran yang sangat luas di Asia. Persebarannya meliputi Bangladesh, Bhutan, Brunei Darussalam, Kamboja, China, India, Indonesia (Sumatera), Laos, Malaysia, Myanmar, Nepal, Sri Lanka, Taiwan, Thailand, dan Vietnam.
Saat ini rusa sambar (Cervus unicolor) juga telah bisa dijumpai di Australia, New Zealand, Afrika Selatan, Amerika Serikat (California, Florida, Texas). Usaha introduksi yang pernah dilakukan telah membuahkan hasil positif.
Dalam daftar merah IUCN, rusa sambar dikategorikan dalam “Vulnerable” (VU; Resiko Rendah) sejak tahun 1996 meskipun sebelumnya pernah mendapatkan status “Endangered” (EN; Terancam Punah). Sedangkan dalam perangkat hukum Indonesia, rusa sambar termasuk dalam daftar satwa yang dilindungi berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999.
Klasifikasi Ilmiah: Kerajaan: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Mammalia; Ordo: Artiodactyla; Upaordo: Ruminantia; Famili: Cervidae; Upafamili: Cervinae; Genus: Cervus; Spesies: Cervus unicolor.
3.  Rusa Timor (Cervus timorensis/Rusa timorensis)
Anak Rusa Timor
Rusa timor diperkirakan berasal dari Jawa dan Bali. Hal ini yang membuatnya sering disebut sebagai rusa jawa. Dalam bahasa Inggris, rusa timor mempunyai beberapa sebutan seperti Javan Rusa, Javan Deer, Rusa, Rusa Deer, dan Timor Deer. Sedangkan dalam bahasa latin (ilmiah) binatang ini disebut sebagai Cervus timorensis yang mempunyai beberapa nama sinonim seperti Cervus celebensis (Rorig, 1896), Cervus hippelaphus (G.Q. Cuvier , 1825 ), Cervus lepidus (Sundevall, 1846), Cervus moluccensis (Quoy & Gaimard, 1830), Cervus peronii (Cuvier, 1825), Cervus russa (Muller & Schlegel, 1845), Cervus tavistocki (Lydekker, 1900), Cervus timorensis (Blainville, 1822), dan Cervus tunjuc (Horsfield, 1830). 
Ciri-ciri Fisik dan Perilaku. Ciri umum dari Rusa timor (Cervus timorensis) adalah kondisi fisik yang mempunyai bulu berwarna coklat kemerah-merahan hingga abu-abu kecoklatan dengan bagian bawah perut dan ekor berwarna putih. Panjang badan berkisar antara 195-210 cm dengan berat alamiah antar 103-115 kg serta dapat mencapai berat hingga 140 kg di penangkaran. Ukuran rusa timor lebih kecil dibandingkan rusa sambar (Cervus unicolor), tetapi dibandingkan dengan memilki sebagai dengan rusa jenis lainnya seperti rusa bawean, dan menjangan, ukuran tubuh rusa timor lebih besar.
Tanduk Rusa timor jantan bercabang. Tanduk akan tumbuh pertama kali pada anak jantan saat umur 8 bulan. Setelah dewasa, tanduk menjadi sempurna yang ditandai dengan terdapatnya 3 ujung runcing. Perilaku aktifnya menyesuaikan kondisi habitatnya, bisa aktif di siang hari (diurnal) maupun di malam hari (nokturnal).
Jenis rusa yang sama dengan species lainnya sebagai pemamah biak merupakn jenis yang bersifat poligamus yaitu satu penjantan akan mengawini beberapa betina. Umumnya Rusa betina mempunyai anak setiap tahun dengan sekali musim rata-rata satu ekor anak.
Subspesies Rusa Timor. Whitehead (Schroder dalam Nugroho, 1992; Semiadi, 2002) membagi jenis rusa timor (Cervus timorensis) menjadi 8 subspesies (anak jenis), yaitu:
·     Cervus timorensis russa (Mul.&Schl., 1844) biasa ditemukan di Pulau Jawa
·     Cervus timorensis florensis (Heude, 1896) biasa ditemukan Pulau Lombok dan Pulau Flores
·     Cervus timorensis timorensis (Martens, 1936) biasa ditemukan P. Timor, P. Rate, P. Semau, P. Kambing, P. Alor, dan P. Pantai
·     Cervus timorensis djonga (Bemmel, 1949) biasa ditemukan P. Muna dan P. Buton
·     Cervus timorensis molucensis (Q.&G.,1896) biasa ditemukan Kep. Maluku, P. Halmahera, P. Banda, dan P. Seram
·     Cervus timorensis macassaricus (Heude, 1896) biasa ditemukan P. Sulawesi
·     Cervus timorensis renschi (Sody, 1933)
·     Cervus timorensis laronesietes (Bemmel, 1949)
Habitat dan Persebaran. Rusa timor yang diperkirakan berasal dari pulau Jawa dan Bali dalam perkembangannya mampu beradaftasi dengan baik hampir di seluruh wilayah Indonesia. Bahkan telah diintroduksi juga ke berbagai negara seperti Australia, Mauritius, Kaledonia, Selandia Baru, Papua Nugini, dan Timor Leste.
Habitat rusa timor adalah padang rumput pada daerah beriklim tropis dan subtropis, namun binatang ini mampu beradaptasi di habitat yang berupa hutan, pegunungan, dan rawa-rawa. Rusa yang menjadi fauna identitas Nusa Tenggara Barat ini dapat hidup hingga ketinggian 900 meter dpl.
Tanduk Rusa Timor
Populasi dan Konservasi. Populasi rusa timor secara keseluruhan diperkirakan sekitar 10.000 hingga 20.000 ekor dewasa. Berdasarkan jumlah populasi dan persebarannya, rusa timor dimasukkan dalam status konservasi “vulnerable” (Rentan) oleh IUCN Red List.
Ancaman utama terhadap rusa timor berasal dari perburuan yang dilakukan oleh manusia untuk mengambil dagingnya. Penurunan populasi juga diakibatkan oleh berkurangnya lahan dan padang penggembalaan (padang rumput) di kawasan hutan yang menjadi habitat rusa timor. Hilangnya padang rumput ini ada yang diakibatkan oleh konversi menjadi lahan pertanian dan pemukiman juga oleh kesalahan pengelolaan seperti penanaman pohon yang yang kemudian merubah padang rumput menjadi hutan semak seperti yang pernah terjadi di TN. Baluran.
Klasifikasi Ilmiah. Kerajaan: Animalia. Filum: Vertebrata. Sub filum: Chordata. Kelas: Mammalia. Ordo: Artiodactyla. Family: Cervidae. Genus: Cervus. Species: Cervus timorensis. Nama Indonesia: Rusa Timor.
4.  Kijang (Muntiacus muntjak).
Kijang
Kijang atau Muntiacus muntjak diyakini sebagai jenis rusa tertua yang berasal dari jaman prasejarah. Diperkirakan ada sejak 15 – 35 juta tahun silam. Di Indonesia, species ini dapat dijumpai mulai dari Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali hingga Lombok.
Sebagian besar mengenal species ini sebagai menjangan atau kidang. Dalam bahasa Inggris, Kijang disebut sebagai Southern Red Muntjac, Barking Deer, Bornean Red Muntjac, Indian Muntjac, Red Muntjac, atau Sundaland Red Muntjac. Sedangkan dalam bahasa latin (ilmiah) kijang dinamai Muntiacus muntjak (Zimmermann, 1780) yang mempunyai sinonim Cervus moschatus (Blainville, 1816), Cervus muntjak (Zimmermann, 1780), Cervus pleiharicus (Kohlbrugge, 1896), Muntiacus bancanus (Lyon, 1906), dan Muntiacus rubidus (Lyon, 1911).
Kijang
Subspesies Kijang. Terdapat sedikitnya 15 subspesies kijang (Indian Muntjac) di seluruh dunia. Ke-15 subspesies itu antara lain: M. m. annamensis (Indochina), M. m. aureus (semenanjung India), M. m. bancanus (Kepulauan Banka), M. m. curvostylis (Thailand), M. m. grandicornis (Burma), M. m. malabaricus (India Selatan dan Sri Lanka), M. m. montanus (Sumatera), M. m. muntjak (Jawa dan Sumatra bagian selatan), M. m. nainggolani (Bali dan Lombok), M. m. nigripes (Vietnam), M. m. peninsulae (Malaysia), M. m. pleicharicus (Kalimantan), M. m. robinsoni (Pulau Bintan dan Kepulauan Lingga), M. m. rubidus (Kalimantan), M. m. vaginalis (Burma dan Cina).
Ciri Fisik dan Perilaku. Ukuran tubuh Kijang atau menjangan merupakan yang terkecil dibandingkan rusa sambar, rusa timor maupun bawean. Panjang tubuh termasuk kepala sekitar 89-135 cm. Ekornya sepanjang 12-23 cm sedangkan tinggi bahu sekitar 40-65 cm, dengan berat mencapai 35 kg. Rata-rata umur Kijang bisa mencapai 16 tahun.
Bulu atau rambut kijang (Muntiacus muntjak) pendek, rapat, lembut dan licin. Warna bulunya sebagian besar berwarna coklat gelap hingga coklat terang. Pada bagian punggung kijang terdapat garis kehitaman sejajar. Daerah perut sampai leher berwarna putih. Sedangkan daerah kerongkongan warnanya bervariasi dari putih sampai coklat.
Sebagaimana jenis rusa jantan lainnya, Kijang juga mempunyai ranggah (tanduk). Hanya aga sedikit pendek, tidak melebihi setengah dari panjang kepala dan bercabang dua serta mempunyai cirri khas berupa gigi taring yang keluar.
Kijang atau menjangan (Muntiacus muntjak) merupakan binatang soliter yang makanan utamanya adalah daun-daun muda, rumput, buah, dan akar tanaman. Kijang jantan menandai wilayahnya dengan menggosokkan kelenjar frontal preorbital yang terdapat di kepala mereka di tanah dan pepohonan. Selain itu kijang jantan juga menggoreskan kuku ke tanah atau menggores kulit pohon dengan gigi sebagai penanda kawasan.
Jenis rusa yang sering aktif di malam hari ini tidak memiliki musim kawin tertentu sehingga perkawinan terjadi sepanjang tahun. Kijang betina dapat melahirkan sepanjang tahun dengan usia kehamilan berkisar 6-7 bulan. Dalam sekali masa kehamilan, kijang melahirkan 1-2 ekor anak. Seekor pejantan bisa memiliki pasangan lebih dari satu rusa betina.
Kijang
Habitat, Persebaran dan Konservasi. Kijang dapat ditemukan di Sumatera, Bangka, Belitung, Kepulauan Riau, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, dan Kalimantan. Sedangkan Negara penyebaran lainnya adalah Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, Myanmar, Singapura hingga China (Hainan, Sichuan, Yunnan).
Kijang menyukai habitat hutan tropika dengan aneka vegetasi, padang rumput, sabana, hutan meranggas. Kijang juga dapat mendiami hutan sekunder, daerah di tepi hutan, dan tepi perkebunan. Binatang ini mampu hidup di daerah dengan ketinggian mencapai 3.000 meter dpl.
Dalam PP Nomor 7 Tahun 1999, Kijang termasuk satwa yang dilindungi tetapi berdasarkan, populasinya dianggap belum terancam kepunahan. Oleh IUCN Redlist, kijang dikategorikan dalam status konservasi “Least Concern” sejak 1996.
Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Mammalia; Ordo: Artiodactyla; Sub-ordo: Ruminantia; Famili: Cervidae; Subfamili: muntiacinae; Genus: Muntiacus; Spesies: Muntiacus muntjak. Nama Binomial: Muntiacus muntjak (Zimmermann, 1780). Nama Indonesia: Kijang, Kidang, Menjangan.
Rusa kini menjadi satwa liar unggulan dan banyak dikembangkan melalui penangkaran. Hewan ini mempunyai nilai ekonomi tinggi, baik potensi untuk wisata maupun sebagai satwa penghasil daging, kulit dan ranggah. Namun demikian, eksploitasi rusa tak bisa dilakukan secara sembarangan. Hal pertama yang harus dipastikan adalah status populasinya di alam harus terjaga. Bukan karena statusnya yang dilindungi Perundang-undangan, tetapi berdasar pada keyakinan bahwa satwa liar di alam tidak hanya memiliki manfaat secara langsung tetapi juga ribuan fungsi turunannya sebagai penyeimbang struktur ekosistem alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar